0
Ketua Bidang Petani, Pekerja dan Nelayan (BPPN) DPP PKS Ledia Hanifa

Jakarta (24/9) PKS Blora Online - Target kedaulatan pangan oleh pemerintah sampai saat ini masih belum tercapai sepenuhnya, meskipun Indonesia merupakan negeri agraris.

Ketua Bidang Petani, Pekerja dan Nelayan (BPPN) DPP PKS Ledia Hanifa mengatakan, kodrat negeri agraris dan maritim adalah kodrat Indonesia. Potensi agraris akan mampu mengantarkan Indonesia perkasa dalam urusan pangan sebagai pilar ketahanan nasional sampai level pedesaan. Karena itu, aset tersebut harus dijaga termasuk menempatkan petani sebagai aktor utama pembangunan nasional.


"Tantangan global Indonesia saat ini adalah mewujudkan kedaulatan pangan berbasis kepada kesejahteraan petani dengan menjadikan petani sebagai aktor utama pembangunan nasional. Lalu bagaimana caranya? Pertama, pemerintah pusat harus mengawal pelaksanaan UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani sampai level provinsi," ujar Ledia di kantor DPP PKS, Jl TB Simatupang, Jakarta, Sabtu (24/9/2016).


Sayangnya menurut Ledia, sampai sekarang pemerintah pusat terkesan tidak peduli dengan kesejahteraan petani. Padahal UU Perlindungan Petani sudah disahkan selama 3 tahun, tapi PP undang-undang tersebut juga belum juga keluar.


"Hari ini kita peringati hari tani nasional sebagai wujud kepedulian kepada petani, namum apa yang sekarang bisa kita lakukan untuk petani?" cetusnya.
Kedua, lanjut Ledia, kunci kesejahteraan petani harus didahului dengan kebijakan politik. Caranya, dengan menghentikan impor pangan strategis yang sebenarnya mampu dihasilkan oleh petani.


"Ini tidak mudah, namun harusnya bisa. Stop impor butuh keberanian politik," tegasnya.


Mengutip data Biro Pusat Statistik (BPS) 2015, Ledia memaparkan nilai impor 8 produk strategis nasional seperti beras, jagung, kedelai, gula, gandum, dan garam menembus angka Rp 52 triliun. "Ini jelas sebuah ironi di negeri agraris," cetusnya.


Lebih lanjut dia mengatakan, pengawalan UU Perlindungan petani sampai di level provinsi dan kabupaten dalam bentuk lahirnya perda adalah wujud nyata kehadiran negara di sawah dan desa.


Selain itu, dia juga mengatakan, nilai tukar petani (NTP) juga harus di atas 103 sebagai bentuk riil perhatian negara terhadap petani. Namun per Juli 2016, BPS merilis NTP adalah 101,47 turun 0,08 persen dari bulan sebelumnya.


"Jangan sampai tren menurun ini kita biarkan. Jangan mimpi petani sejahtera jika impor jalan terus. Jangan mimpi negeri agraris akan perkasa jika petani hanya jadi aksesoris pembangunan," tegas Ledia.



Tupri / Sumber : pks.id

Posting Komentar

 
Top